Kamis, 03 Desember 2015
Sumber dari catatan keluarga Aidid menyebutkan, bahwa moyang mereka yang bernama Sayid Jalaluddin Aidid --keturunan dari Sayid Muhammad Maula Aidid (Muhammad bib Ali Shahib Al-Hauthoh/1334-1442 M)-- dari Aceh pernah datang ke Banjar (Kalimantan Selatan) pada penghujung abad ke-16. Sayid Jalaluddin adalah anak Sayid Muhammad Wahid (Aceh) dan Syarifah Halisyah. Jalaluddin beristri Tamami putri Sultan Abdul Kadir Alaudin di Banjar (di kerajaan Pagatan?). Istri Jalaluddin adalah kerabat kerajaan Gowa Tallo. Karena mempunyai istri yang berasal dari keluarga kerajaan tersebut, Jalaluddin datang ke Gowa Tallo. Sayang, di sana ulama keramat yang merupakan keturunan ke-27 dari Rasulullah ini kurang dipedulikan. Jalaludin kemudian pindah ke Cikoang (Kecamatan Marbo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang kini menjadi basis keluarga Aidid di Makassar).    Selain itu, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa, para Wali Sanga (pada zaman kerajaan Demak), dipercaya datang dari Arab ke Nusantara untuk keperluan dakwah menyebarkan Islam. Leluhur Wali Sanga adalah Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath yang hijrah dari Hadramaut ke India. Buyut Abdul Malik bernama Jamaludin Husin adalah datuk dari Syarif Hidayatullah (Sunang Gunung Jati di Cirebon). Garis silsilah para wali lainnya seperti Maulana Malik Ibrahim (Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat dan Sunan Bonang tersambung ke nama Jamaludin Husin. Sedangkan buyut Abdul Malik lainnya (saudara Jamaludin Husin) yang bernama Ali Nurudin merupakan leluhur Sunan Kalijga dan Sunan Muria. Jauh sebelum Belanda datang pertama kali ke Nusantara (1596), sudah ada orang Arab yang datang dari Hadramaut ke Jawa termasuk ke Jakarta seperti kelompok Alaydrus dan kelompok Al-Bafaqih, berada di kampung Jawa (sekarang berada dalam kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung). Lihat RB Serjeant, The Saiyids of Haadramawt, School of Oriental and African Studies, University of London, 1957, hal 25). Kapan persisnya periode waktu kedatangan mereka ke Nusantara, tiada keterangan yang cukup jelas. Beberapa penulis sejarah Islam di Indonesia menyatakan para pedagang Arab kemungkinan pernah menyinggahi Pelabuhan Sunda Kelapa yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Di masanya, Sunda Kelapa merupakan jalur sutra yang dikunjungi pedagang pelbagai penjuru (Lihat M. Dien Majid, Awal Perkembangan Islam di Jakarta dan Pengaruhnya hingga Abad XVII dalam Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra, kumpulan makalah, 1995). Keterangan lain menyebutkan, kedatangan orang Arab di Indonesia makin jelas setelah agama Islam lahir (abad VII M). Pada masa ini mereka sedang mengemban dua tugas yaitu berniaga dan menyiarkan agama Islam. (Lihat Ismail Yacob, Sejarah Islam di Indonesia, tanpa tahun, hal 14-15). Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam. (lihat Sayid Alwi bin Tahir Al-Haddad, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terjemah Dzija Shahab, Almaktab-AlDaimi, 1957, hal 15). Lihat pula buku kisah perjalanan ke dunia timur Al-Mas’udi, Murujuzzahab. Salah satu tokoh Sayid yang sangat popular adalah Sayid Hamid bin Sayid Abbas. Ia dari keluarga Bahasyim. Habib Basirih, demikian masyarakat menyebut sosok Sayid Hamid bin Abbas, merupakan sosok kharismatik yang tetap ramai diziarahi masyarakat --baik sewaktu ia masih hidup maupun setelah ia meninggal dunia. Keluarbiasaan jalan hidup Habib Basirih "berumah di atas pohon kelapa" menjadi cerita sambung menyambung di tengah masyarakat. Leluhur Sayid Hamid bin Sayid Abas yang bernama Sayid Awad diyakini sebagai Bahasyim "pertama" (paling tua) di bumi Kalimantan (Banjar). Sayid Awad bin Sayid Umar mempunyai seorang saudara lelaki yang menetap dan menurunkan Bahasyim di Bima, NTB. Menurut cerita, Awad masuk ke Banjar dari Sampit, (salah satu kabupaten di Kalteng). Buyut Sayid Awad adalah Sayid Abbas (ayah Habib Basirih) yang dikenal sebagai orang kaya yang memiliki tanah luas dan kapal dagang. Jejak Alaydrus dikenal dari Pangeran Syarif Ali yang mendirikan kerajaan kecil di Angsana-Sebamban (Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel). Satu keterangan dari pihak keluarga, menyebut bahwa Pangeran Syarif Ali sezaman dengan Pangeran Diponegoro. Jika Diponegoro berjuang di Jawa, Pangeran Syarif Ali berjuang di pedalaman Kalimantan. Pangeran Syarif Ali bin Sayid Abdurrahman adalah cucu Sultan Kubu Syarif Idrus bin Abdurrahman. Syarif Idrus Sultan Kubu (w. 1795 M) adalah paman dari Sayid Besar Abdurrahman Panotogomo yang mengabdi di Kraton Yogyakarta pada zaman Hamengku Bowono I (1755-1792). Sayid Ali, ayah Sayid Abdurrahman Panotogomo, adalah saudara Syarif Idrus Sultan Kubu. Dari keluarga Ba’bud tercatat nama Sayid Ahmad bin Sayid Abdurrahman (wafat 1884 M) yang juga menjadi menantu Sultan Adam lewat perkawinanannya dengan Putri Qamarul Zaman. Sayid Ahmad datang dari Pekalongan dan bekerja di kerajaan Banjar sebagai guru agama. Ia mengajar mengaji para pangeran dan kerbat dalam istana lainnya, di samping sebagai penasihat pribadi sultan. Dari perkawinan tersebut Sayid Ahmad memiliki 3 putra yakni Sayid Muksin, Sayid Abdullah dan Sayid Muhammad. Seorang dari keluarga Assegaf bernama Sayid Alwi bin Sayid Abdillah bin Sayid Saleh bin Sayid Abubakar (w.1842) dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan sempat bermukim di Kampung Sungai Mesa. Sayid Alwi kemudian menetap di Martapura (Kampung Melayu) dan mendapat hadiah tanah dari Sultan Adam di daerah Karang Putih. Kelak ia dan anak cucunya bermakam di tanah pemberian sultan tersebut (makam Karang Putih Jl Menteri Empat Martapura). Sayid Iderus bin Hasan AlHabsyi, Pangeran Syarif Husin bin Sayid Muhammad Baharun dan empat keluarga AlHabsyi (Muhammad, Abdullah, Syekh dan Hasan) sebenarnya bukan pendatang yang pertama di tanah Banjar. Menengok kebelakang, keluarga Ba’bud, Assegaf, Alaydrus dan Bahasyim tercatat lebih dulu menjejakkan kakinya di pulau Kalimantan bagian tenggara ini. Sayid Muhammad mempunyai tiga saudara yakni Sayid Abdullah, Sayid Syekh dan Sayid Hasan-6. Putra Sayid Abdullah yang bernama Sayid Alwi menjadi Kapten Arab kedua menggantikan Sayid Hasan bin Iderus AlHabsyi. Tak lama memegang jabatan itu, Sayid Alwi bin Sayid Abdullah AlHabsyi belakangan pindah mukim ke Barabai, karena menikah dengan perempuan campuran Nagara-Banua Kupang bernama H. Masrah. Sayid Hasan, tinggal di Martapura dan mempunyai putra bernama Sayid Ali (Martapura). Sementara Sayid Syekh mempunyai putri bernama Syarifah Fetum yang kemudian kawin dengan Sayid Ahmad Pal 1. Jejak-jejak Sayid di Tanah Banjar pernah semarak dengan kedatangan keluarga Sayid Muhammad bin Sayid Alwi AlHabsyi langsung dari Hadramaut, sekitar permulaan abad ke-20. Sayid Muhammad mempunyai 7 putra. Sayid Husin, putra sulung, pernah singgah ke Banjar tapi kemudian balik lagi ke Hadramaut. Abdillah putra kedua mendarat di Aceh dan selanjutnya bermukim hingga akhir hayat di negeri serambi Mekkah itu. Putra Sayid Muhammad lainnya Sayid Ahmad berdiam di Pal 1 (Jl. A. Yani Km 1), Sayid Zen dari Banjarmasin kemudian memilih bertempat tinggal di Martapura (40 km dari ibukota Banjarmasin), Sayid Ali menetap di Lawang (daerah perbatasan Malang-Pasuruan), Sayid Salim (tinngal di sekitar Pasar Rambai, kampung Telawang Banjarmasin), serta Umar juga di wilayah Pal 1. Sayid Muhammad bin Sayid Alwi yang sudah sepuh suatu ketika menengok putra-putranya ke Banjarmasin. Karena sakit tua, ia akhirnya berpulang ke rahmatullah di salah satu kediaman putranya di Banjamasin dan dimakamkan di Turbah (pemakaman orang Arab) Kampung Sungai Jingah. Sayid Iderus AlHabsyi adalah orang Arab kelahiran Hadramaut yang masuk ke Banjarmasin melalui Sambas-4. Di sana, Sayid Iderus berhasil menyunting seorang perempuan bernama Nur-5, kerabat kesultanan Sambas dan mengajaknya pindah ke Banjarmasin. Dari pernikahan mereka lahir Sayid Hasan, yang kelak menjadi kapten Arab pertama. Sedang Pangeran Syarif Husin, menurut catatan Belanda, adalah pendatang dari keturunan Arab di Pekalongan, yang juga menantu Sultan Adam (raja Banjar periode 1825-1857). Ia menikah dengan salah satu putri Sultan Adam yang bernama Ratu Aminah. Pada Tahun 143 tahun silam seorang anggota keluarga AlHabsyi dan seorang keluarga Baharun tercatat dalam sejarah menjadi orang-orang penting di Dewan Pengadilan/Kehakiman-1 di Banjarmasin. Mereka adalah wakil komunitas Arab yang terpilih duduk dalam lembaga pemerintahan pusat bentukan penguasa Belanda, pasca penghapusan kerajaan Banjar tahun 1860. Saat itu, Sayid Iderus bin Hasan AlHabsyi-2 dan Pangeran Sjarif Husin bin Muhammad Baharun-3 merupakan dua tokoh terkemuka dari kalangan warga masyarakat keturunan Arab.Salah satu putranya yang bernama Sayid Jamaluddin Aidid balik ke Banjar. Anak cucu keturunan Aidid hingga kini tersebar di Makassar, Banjarmasin, Sungai Danau (Tanah Bumbu), Jakarta (di Tebet) dan Johor (Malaysia). Keberadaan keluarga Aidid di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan bukan sesuatu yang mustahil dari sisi lalu lintas laut. Sebab, Tanah Bumbu, yang merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Kotabaru, terletak di pesisir pantai selatan provinsi Kalsel dan berbatasan dengan Laut Sulawesi. Sebagian penduduk Kotabaru selain terdiri dari suku Banjar juga berasal dari pendatang asal Suku Bugis Makassar.


Sebuah nama yang disebut terlibat dalam Perang Banjar bersama-sama Pangeran Antasari, P Hidayatullah, Demang Leman dan H Buyasin adakah Said Sambas. Said (Sayid?) Sambas ketika meletus Perang Banjar merupakan salah satu pimpinan penyerangan terhadap benteng Pengaron, dan bergerilya di wilayah Riam Kanan, Riam Kiwa, Martapura dan Rantau. Tidak diperoleh keterangan jelas tentang siapa sesungguhnya sosok ini. Identikkah ia dengan Sayid Iderus bin Hassan bin Agil AlHabsyi yang menurut keterangan juga datang dari Sambas bersama seorang Arab bernama Nasar bin Yusuf Ganam ? Ataukah Said Sambas ini merupakan pribadi dan sosok berbeda?
Satu sosok bernama Sayid Zen yang mengawini cucu Sultan Sulaiman juga belum diketahui asal usulnya. Sayid diperkirakan lahir awal 1800-an. Syarif Umar putra hasil perkawinan mereka gugur dalam pertempuran melawan Belanda di Paringin (kini Kabupaten Balangan, Kalsel) tahun 1860. Syarif Umar mempunyai seorang putra bernama Syarif Abubakar. Syarif Abubakar dan putrinya Syarifah Intan (4 tahun) ikut dalam rombongan Pangeran Hidayatullah yang diasingkan Belanda Cianjur, 3 Maret 1862.
Jejak jejak Sayid di wilayah Hulu Sungai dapat ditemui di sebuah tempat bernama Lorong Said Alwi di Kota Barabai. Alwi Kapten Arab kerap menaiki kereta kuda dari Barabai ke Pantai Hambawang. Di sana ia turun, beristirahat dan kemudian berganti kuda dengan penduduk setempat untuk menuju sebuah pangkalan perahu menjemput kerabat-kerabatnya sejumlah Habib asal Nagara. Sayid Alwi berjasa mengembangkan penanaman karet di wilayah Hulu Sungai. Sewaktu Soekarno ke Barabai ia berjumpa dengan tokoh ini.
 
Sebelum kedatangan Sayid Alwi di Barabai, lebih dulu bermukim di wilayah Hulu Sungai ini seorang bernama Habib Muhdhor bin Salim bin Agil bin Ahmad BSA (Keramat Manjang). Muhdhor datang langsung dari Tarim (Hadramaut) ke Barabai. Pada suatu ketika Habib Muhdhor berkunjung ke Martapurta menemui kerabatnya Habib Abubakar AlHabsyi. Mereka sama-sama berasal dari Tarim. Oleh Habib Abubakar, Habib Muhdhor akhirnya diambil sebagai menantu.

 Muhdhor kawin dengan Syarifah Noor binti Sayid Abubakar bin Sayid Husin bin Sayid Ahmad bin Sayid Abdullah bin Sayid Ali AlHabsyi. Ayah Abubakar yang bernama Sayid Husin AlHabsyi semula tinggal di Ma’la (Mekah) pindah ke Tarim. Dari Tarim Habib Abubakar datang ke Martapura dan kemudian menikah dengan Syarifah Muzenah binti Sayid Alwi bin Sayid Abdillah Assegaf (Kampung Melayu, Martapura). Sayid Alwi Assegaf, yang merupakan mertua Habib Abubakar AlHabsyi, menurut catatan yang diperoleh penulis merupakan salah satu pendatang Hadramaut paling awal datang ke Martapura.

Sayid Ali putra Sayid Alwi memiliki cerita khusus tentang perkawinannya. Adalah seorang perempuan Bugis yang asalnya merupakan pelarian dari kerajaan Bone tinggal di Kampung Bugis di Banjarmasin. Perempuan yang tidak diketahui namanya ini kawin dengan seorang lelaki bernama Dapat (Sudapat). Dapat berasal dari Kampung Kalampayan yang masih terhitiung cucu dari Datu Kalampayan Syekh Muhammad Arsyad. Perkawinan Dapat dengan perempuan Bugis melahirkan perempuan bernama Ratubah. Ratubah dipelihara oleh keluarga Arab dari marga Alkatiri di Kampong Arab Banjarmasin (sekarang Jalan Antasan Kecil Barat). Suatu ketika Sayid Ali bin Sayid Alwi Assegaf dari Kampung Melayu Martapura mampir ke rumah keluarga Alkatiri tersebut. Saat bersamaan, di rumah keluarga Arab itu, Ratubah tengah mencucuki marjan. Dari perjumpaan menyaksikan seorang perempuan campuran Bugis-Banjar di rumah keluarga Arab itu, Sayid Ali akhirnya tinggal di Kampung Bugis karena menikah dengan Ratubah. Untuk tempat tinggalnya Sayid Ali membeli sebuah rumah kecil di Kampung Bugis (Jalan Sulawesi), membangunnya kembali, dan menyulapnya menjadi rumah Baanjung (rumah adat Banjar).
 
Putra Sayid Ali dengan Ratubah adalah Sayid Zein. SayidZein kawin dengan Syarifah dari keluarga Bahasyim berputra Sayid Alwi [seorang pedagang asam kamal yang berjualan dari Kuin Utara ke Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan merupakan ayah dari Ibu Galuh (Syarifah Fatimah) di Kampung Melayu dan Abdul Kadir Jailani di Sungai Mesa]
 
Perkawinan Sayid Zein dengan perempuan dari bangsa Banakmah berputra Sayid Ali, Syarifah Zainab, Syarifah Fetum (ibu Segaf bin Abubakar AlHabsyi), Syarifah Noor dan Sayid Fedlon (masih hidup tinggal di Kampung Bugis ).
 
Jika kita berkunjung ke Komplek Makan Sultan Suriansyah, di sana terdapat makam Sayid Muhammad (atau Sayid Ahmad Idrus?) dan Khatib Dayyan. Nama terakhir adalah tokoh yang dikirim Sultan Demak Tranggono untuk mengislamkan Raden Samudera (kelak bernama menjadi Sultan Suriansyah) dan rakyat Banjar pada tahun 1526 M. Khatib Dayyan yang menjabat panotogomo (penghulu) ini mempunyai nama asli Abdurrahman. Ia merupakan keturunan keluarga kesultanan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Menurut keterangan juru kunci makam, Sayid Muhammad adalah leluhur dari Habib Abdurrahman Alhabsyi (Ketua Islamic Center Kwitang Jakarta dan cucu Habib Ali Kwitang).

Satu lagi sosok yang perlu penelitian adalah seorang figur bernama Datu Khayyan (bermakam di Alalak Berangas). Ia diketahui mempunyai nama asli Sayid Abdurrahman Sidik bin Sayid Husin Bin Syekh Abubakar bin Salim. Menurut cerita, tokoh ini berasal dari Banten dan mengembara ke Kalimantan Barat. Setelah cukup lama bermukim di Kalbar, Datu Khayyan kemudian meneruskan perjalanan menelusuri sungai Kahayan dan Barito. Sempat berdiam di Kotawaringan Barat, Datu Khayyan kemudian menetap dan menghabiskan masa tuanya di Alalak Berangas, Kabupaten Batola. Datu Khayyan dikenal sebagai pendakwah dan pejuang melawan Belanda di abad ke-18.

Di generasi abad ke-20 terdapat nama Sayid Abdul Kadir Ba’bud, pimpinan pasukan Tengkorak Putih pada tahun 1949. Belum lagi sejumlah seniman, budayawan yang pernah memperkaya batin masyarakat dengan karya-karya mereka.

Jejak jejak para Sayid yang menghilang dan tenggelam sekian masa waktu kini mulai bangun seiring tumbuhnya majelis-majelis ta’lim yang diasuh sejumlah keturunanan Sayid. Jika para leluhur telah meninggalkan sesuatu yang bermakna dan kenangan di hati umat, kita menanti generasi Sayid masa kini membuat sejarahnya.

Note:
  1. Dewan Pengadilan/Kehakiman di Banjarmasin dibentuk tahun 1863.
  2. Sayid Iderus bin Hasan AlHabsyi bermakam di Turbah, Kampung Sungai Jingah
  3. Pangeran Sjarif Husin bin Muhammad Baharun dulu tinggal di Kampung Melayu  Banjarmasin. Makamnya hingga kini tidak diketahui tempatnya. Anak keturunan tokoh ini masih bisa yang tinggal di Kampung Melayu.
  4. Sambas kini merupakan sebuah kabupaten di provinsi Kalimantan Barat.
  5. Nur belakangan diambil sebagai nama mushala sederhana keluarga di wilayah Ujung Murung yang dibangun oleh Sayid Hasan. Karena jumlah jemaahnya berkembang, mushalla tersebut lalu berpindah ke wilayah Masjid Noor sekarang di antara pertemuan Jalan Samudera dan Simpang Sudimampir. Makam Nur terdapat di dalam mesjid ini. Rumah Hasan Kapten Arab pertama di tanah Banjar berada di lokasi bangunan Plaza Metro sekarang.
  6. Silsilah empat keluarga AlHabsyi ini (Muhammad, Abdullah, Syekh dan Hasan) bersambung ke Alwi bin Syekh bin Zen bin Ahmad bin Hasyim bin Ahmad bin Muhammad Ashgar bin Alwi bin Abubakar AlHabsyi.
  7. Hamid bin Abas bermakam di Basirih. Gampang mencapai makam Habib karena ada angkutan kota yang melayani rute Pasar Hanyar – Basirih.
  8. Syarifah Khadijah Bahasyim, cucu Habib Basirih.
  9. Makam Awad tak diketahui, namun ia mempunyai putra bernama Husin yang menurut seorang keluarga Bahasyim bermakam di Kompleks Makam Sultan Adam Martapura.
Sumber : Sayyed and Muhibbin Community
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8Ng-LQsWFYfEig9-YIGn3XoVpMEvW_dxaPJVm2NWQe2bt85v_e2FEYyV2vXhBsBOauE-KhfLJynP2cevlrqJmTuEMyU9yIg-YT7U58ASi4TBxDagbD8s9vw-zVC7sC5sJkUEaHYMHXYzr/s1600/300px-Walisongoo1.jpgPada 143 tahun silam seorang anggota keluarga AlHabsyi dan seorang keluarga Baharun tercatat dalam sejarah menjadi orang-orang penting di Dewan Pengadilan/Kehakiman-1 di Banjarmasin. Mereka adalah wakil komunitas Arab yang terpilih duduk dalam lembaga pemerintahan pusat bentukan penguasa Belanda, pasca penghapusan kerajaan Banjar tahun 1860. Saat itu, Sajid Iderus bin Hasan AlHabsyi-2 dan Pangeran Sjarif Husin bin Muhammad Baharun-3 merupakan dua tokoh terkemuka dari kalangan warga masyarakat keturunan Arab.Sajid Iderus AlHabsyi adalah orang Arab kelahiran Hadramaut yang masuk ke Banjarmasin melalui Sambas-4. Di sana, Sajid Iderus berhasil menyunting seorang perempuan bernama Nur-5, kerabat kesultanan Sambas dan mengajaknya pindah ke Banjarmasin. Dari pernikahan mereka lahir Sajid Hasan, yang kelak menjadi kapten Arab pertama. Sedang Pangeran Sjarif Husin, menurut catatan Belanda, adalah pendatang dari keturunan Arab di Pekalongan, yang juga menantu Sultan Adam (raja Banjar periode 1825-1857). Ia menikah dengan salah satu putri Sultan Adam yang bernama Ratu Aminah.Jejak-jejak sayyid di Tanah Banjar pernah semarak dengan kedatangan keluarga Muhammad bin Alwi AlHabsyi langsung dari Hadramaut, sekitar permulaan abad ke-20. Muhammad mempunyai 7 putra. Husin, putra sulung, pernah singgah ke Banjar tapi kemudian balik lagi ke Hadramaut. Abdillah putra kedua mendarat di Aceh dan selanjutnya bermukim hingga akhir hayat di negeri serambi Mekkah itu. Putra Muhammad lainnya Ahmad berdiam di Pal 1 (Jl. A. Yani Km 1), Zen dari Banjarmasin kemudian memilih bertempat tinggal di Martapura (40 km dari ibukota Banjarmasin), Ali menetap di Lawang (daerah perbatasan Malang-Pasuruan), Salim (tinngal di sekitar Pasar Rambai, kampung Telawang Banjarmasin), serta Umar juga di wilayah Pal 1. Muhammad bin Alwi yang sudah sepuh suatu ketika menengok putra-putranya ke Banjarmasin. Karena sakit tua, ia akhirnya berpulang ke rahmatullah di salah satu kediaman putranya di Banjamasin dan dimakamkan di Turbah (pemakaman orang Arab) Kampung Sungai Jingah. Muhammad mempunyai tiga saudara yakni Abdullah, Syekh dan Hasan-6. Putra Abdullah yang bernama Alwi menjadi Kapten Arab kedua menggantikan Sajid Hasan bin Iderus AlHabsyi. Tak lama memegang jabatan itu, Alwi bin Abdullah AlHabsyi belakangan pindah mukim ke Barabai, karena menikah dengan perempuan campuran Nagara-Banua Kupang bernama H. Masrah. Hasan, tinggal di Martapura dan mempunyai putra bernama Ali (Martapura). Sementara Syekh mempunyai putri bernama Fetum yang kemudian kawin dengan Ahmad Pal 1.Sajid Iderus bin Hasan AlHabsyi, Pangeran Sjarif Husin bin Muhammad Baharun dan empat keluarga AlHabsyi (Muhammad, Abdullah, Syekh dan Hasan) sebenarnya bukan pendatang yang pertama di tanah Banjar. Menengok kebelakang, keluarga Ba’bud, Assegaf, Alaydrus dan Bahasyim tercatat lebih dulu menjejakkan kakinya di pulau Kalimantan bagian tenggara ini. Seorang dari keluarga Assegaf bernama Alwi bin Abdillah bin Saleh bin Abubakar (w.1842) dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan sempat bermukim di Kampung Sungai Mesa. Alwi kemudian menetap di Martapura (Kampung Melayu) dan mendapat hadiah tanah dari Sultan Adam di daerah Karang Putih. Kelak ia dan anak cucunya bermakam di tanah pemberian sultan tersebut (makam Karang Putih Jl Menteri Empat Martapura). Dari keluarga Ba’bud tercatat nama Ahmad bin Abdurrahman (wafat 1884 M) yang juga menjadi menantu Sultan Adam lewat perkawinanannya dengan Putri Qamarul Zaman. Ahmad datang dari Pekalongan dan bekerja di kerajaan Banjar sebagai guru agama. Ia mengajar mengaji para pangeran dan kerbat dalam istana lainnya, di samping sebagai penasihat pribadi sultan. Dari perkawinan tersebut Ahmad memiliki 3 putra yakni Muksin, Abdullah dan Muhammad.Jejak Alaydrus dikenal dari Pangeran Syarif Ali yang mendirikan kerajaan kecil di Angsana-Sebamban (Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel). Satu keterangan dari pihak keluarga, menyebut bahwa Pangeran Syarif Ali sezaman dengan Pangeran Diponegoro. Jika Diponegoro berjuang di Jawa, Pangeran Syarif Ali berjuang di pedalaman Kalimantan. Pangeran Syarif Ali bin Abdurrahman adalah cucu Sultan Kubu Idrus bin Abdurrahman. Idrus Sultan Kubu (w. 1795 M) adalah paman dari Sajid Besar Abdurrahman Panotogomo yang mengabdi di Kraton Yogyakarta pada zaman Hamengku Bowono I (1755-1792). Ali, ayah Abdurrahman Panotogomo, adalah saudara Idrus Sultan Kubu.Salah satu tokoh sayyid yang sangat popular adalah Hamid bin Abas-7. Ia dari keluarga Bahasyim. Habib Basirih, demikian masyarakat menyebut sosok Hamid bin Abas, merupakan sosok kharismatik yang tetap ramai diziarahi masyarakat --baik sewaktu ia masih hidup maupun setelah ia meninggal dunia. Keluarbiasaan jalan hidup Habib Basirih “berumah di atas pohon kelapa” menjadi cerita sambung menyambung di tengah masyarakat. Leluhur Hamid bin Abas yang bernama Awad diyakini sebagai Bahasyim “pertama” (paling tua) di bumi Kalimantan (Banjar)-8. Awad bin Umar mempunyai seorang saudara lelaki yang menetap dan menurunkan Bahasyim di Bima, NTB. Menurut cerita, Awad masuk ke Banjar dari Sampit, (salah satu kabupaten di Kalteng)-9. Buyut Awad adalah Abas (ayah Habib Basirih) yang dikenal sebagai orang kaya yang memiliki tanah luas dan kapal dagang. Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam. (lihat Sejed Alwi bin Tahir Al-Haddad, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terjemah Dzija Shahab, Almaktab-AlDaimi, 1957, hal 15). Lihat pula buku kisah perjalanan ke dunia timur Al-Mas’udi, Murujuzzahab. Kapan persisnya periode waktu kedatangan mereka ke Nusantara, tiada keterangan yang cukup jelas. Beberapa penulis sejarah Islam di Indonesia menyatakan para pedagang Arab kemungkinan pernah menyinggahi Pelabuhan Sunda Kelapa yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Di masanya, Sunda Kelapa merupakan jalur sutra yang dikunjungi pedagang pelbagai penjuru (Lihat M. Dien Majid, Awal Perkembangan Islam di Jakarta dan Pengaruhnya hingga Abad XVII dalam Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra, kumpulan makalah, 1995). Keterangan lain menyebutkan, kedatangan orang Arab di Indonesia makin jelas setelah agama Islam lahir (abad VII M). Pada masa ini mereka sedang mengemban dua tugas yaitu berniaga dan menyiarkan agama Islam. (Lihat Ismail Yacob, Sejarah Islam di Indonesia, tanpa tahun, hal 14-15).Jauh sebelum Belanda datang pertama kali ke Nusantara (1596), sudah ada orang Arab yang datang dari Hadramaut ke Jawa termasuk ke Jakarta seperti kelompok Alaydrus dan kelompok Al-Bafaqih, berada di kampung Jawa (sekarang berada dalam kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung). Lihat RB Serjeant, The Saiyids of Haadramawt, School of Oriental and African Studies, University of London, 1957, hal 25). Selain itu, para Wali Sanga (pada zaman kerajaan Demak) datang dari Arab ke Nusantara untuk keperluan dakwah menyebarkan Islam. Leluhur Wali Sanga adalah Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath yang hijrah dari Hadramaut ke India. Buyut Abdul Malik bernama Jamaludin Husin adalah datuk dari Syarif Hidayatullah (Sunang Gunung Jati di Cirebon). Garis silsilah para wali lainnya seperti Maulana Malik Ibrahim (Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat dan Sunan Bonang tersambung ke nama Jamaludin Husin. Sedangkan buyut Abdul Malik lainnya (saudara Jamaludin Husin) yang bernama Ali Nurudin merupakan leluhur Sunan Kalijaga dan Sunan Muria. Saat ini kebanyakan keturunan wali sanga yang keturunan Nabi Muhammad saw, mereka menikah dengan pribumi sehingga tidak terlihat berwajah arab.Ada juga yang melahirkan kerajaan islam seperti kerajaan Cirebon oleh Sunan Gunung Jati Sumber dari catatan keluarga Aidid menyebutkan, bahwa moyang mereka yang bernama Jalaluddin Aidid --keturunan dari Muhammad Maula Aidid (Muhammad bib Ali Shahib Al-Hauthoh/1334-1442 M)-- dari Aceh pernah datang ke Banjar (Kalimantan Selatan) pada penghujung abad ke-16. Jalaluddin adalah anak sayyid Muhammad Wahid (Aceh) dan Syarifah Halisyah. Jalaluddin beristri Tamami putri Sultan Abdul Kadir Alaudin di Banjar (di kerajaan Pagatan?). Istri Jalaluddin adalah kerabat kerajaan Gowa Tallo. Karena mempunyai istri yang berasal dari keluarga kerajaan tersebut, Jalaluddin datang ke Gowa Tallo. Sayang, di sana ulama keramat yang merupakan keturunan ke-27 dari Rasulullah ini kurang dipedulikan. Jalaludin kemudian pindah ke Cikoang (Kecamatan Marbo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang kini menjadi basis keluarga Aidid di Makassar).Salah satu putranya yang bernama Jamaluddin Aidid balik ke Banjar. Anak cucu keturunan Aidid hingga kini tersebar di Makassar, Banjarmasin, Sungai Danau (Tanah Bumbu), Jakarta (di Tebet) dan Johor (Malaysia). Keberadaan keluarga Aidid di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan bukan sesuatu yang mustahil dari sisi lalu lintas laut. Sebab, Tanah Bumbu, yang merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Kotabaru, terletak di pesisir pantai selatan provinsi Kalsel dan berbatasan dengan Laut Sulawesi. Sebagian penduduk Kotabaru selain terdiri dari suku Banjar juga berasal dari pendatang asal Suku Bugis Makassar. Sebuah nama yang disebut terlibat dalam Perang Banjar bersama-sama Pangeran Antasari, P Hidayatullah, Demang Leman dan H Buyasin adakah Said Sambas. Said (Sayyid?) Sambas ketika meletus Perang Banjar merupakan salah satu pimpinan penyerangan terhadap benteng Pengaron, dan bergerilya di wilayah Riam Kanan, Riam Kiwa, Martapura dan Rantau. Tidak diperoleh keterangan jelas tentang siapa sesungguhnya sosok ini. Identikkah ia dengan Sajid Iderus bin Hassan bin Agil AlHabsyi yang menurut keterangan juga datang dari Sambas bersama seorang Arab bernama Nasar bin Yusuf Ganam ? Ataukah Said Sambas ini merupakan pribadi dan sosok berbeda? Satu sosok bernama Sayyid Zen yang mengawini cucu Sultan Sulaiman juga belum diketahui asal usulnya. Sayyid diperkirakan lahir awal 1800-an. Syarif Umar putra hasil perkawinan mereka gugur dalam pertempuran melawan Belanda di Paringin (kini Kabupaten Balangan, Kalsel) tahun 1860. Syarif Umar mempunyai seorang putra bernama Syarif Abubakar. Syarif Abubakar dan putrinya Syarifah Intan (4 tahun) ikut dalam rombongan Pangeran Hidayatullah yang diasingkan Belanda Cianjur, 3 Maret 1862.Jejak jejak sayyid di wilayah Hulu Sungai dapat ditemui di sebuah tempat bernama Lorong Said Alwi di Kota Barabai. Alwi Kapten Arab kerap menaiki kereta kuda dari Barabai ke Pantai Hambawang. Di sana ia turun, beristirahat dan kemudian berganti kuda dengan penduduk setempat untuk menuju sebuah pangkalan perahu menjemput kerabat-kerabatnya sejumlah Habib asal Nagara. Alwi berjasa mengembangkan penanaman karet di wilayah Hulu Sungai. Sewaktu Soekarno ke Barabai ia berjumpa dengan tokoh ini. Sebelum kedatangan Said Alwi di Barabai, lebih dulu bermukim di wilayah Hulu Sungai ini seorang bernama Muhdhor bin Salim bin Agil bin Ahmad BSA (Keramat Manjang). Muhdhor datang langsung dari Tarim (Hadramaut) ke Barabai. Pada suatu ketika Muhdhor berkunjung ke Martapurta menemui kerabatnya Abubakar AlHabsyi. Mereka sama-sama berasal dari Tarim. Oleh Habib Abubakar, Habib Muhdhor akhirnya diambil sebagai menantu. Muhdhor kawin dengan Syarifah Noor binti Abubakar bin Husin bin Ahmad bin Abdullah bin Ali AlHabsyi. Ayah Abubakar yang bernama Husin AlHabsyi semula tinggal di Ma’la (Mekah) pindah ke Tarim. Dari Tarim Abubakar datang ke Martapura dan kemudian menikah dengan Syarifah Muzenah binti Alwi bin Abdillah Assegaf (Kampung Melayu, Martapura). Alwi Assegaf, yang merupakan mertua Abubakar AlHabsyi, menurut catatan yang diperoleh penulis merupakan salah satu pendatang Hadramaut paling awal datang ke Martapura.Ali putra Alwi memiliki cerita khusus tentang perkawinannya. Adalah seorang perempuan Bugis yang asalnya merupakan pelarian dari kerajaan Bone tinggal di Kampung Bugis di Banjarmasin. Perempuan yang tidak diketahui namanya ini kawin dengan seorang lelaki bernama Dapat (Sudapat). Dapat berasal dari Kampung Kalampayan yang masih terhitiung cucu dari Datu Kalampayan Syekh Muhammad Arsyad. Perkawinan Dapat dengan perempuan Bugis melahirkan perempuan bernama Ratubah. Ratubah dipelihara oleh keluarga Arab dari marga Alkatiri di Kampong Arab Banjarmasin (sekarang Jalan Antasan Kecil Barat). Suatu ketika Ali bin Alwi Assegaf dari Kampung Melayu Martapura mampir ke rumah keluarga Alklatiri tersebut. Saat bersamaan, di rumah keluarga Arab itu, Ratubah tengah mencucuki marjan. Dari perjumpaan menyaksikan seorang perempuan campuran Bugis-Banjar di rumah keluarga Arab itu, Ali akhirnya tinggal di Kampung Bugis karena menikah dengan Ratubah. Untuk tempat tinggalnya Ali membeli sebuah rumah kecil di Kampung Bugis (Jalan Sulawesi), membangunnya kembali, dan menyulapnya menjadi rumah Baanjung (rumah adat Banjar).Putra Ali dengan Ratubah adalah Zen. Zen kawin dengan Syarifah dari keluarga Bahasyim berputra Alwi [seorang pedagang asam kamal yang berjualan dari Kuin Utara ke Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan merupakan ayah dari Ibu Galuh (Syarifah Fatimah) di Kampung Melayu dan Abdul Kadir Jailani di Sungai Mesa] Perkawinan Zen dengan perempuan dari bangsa Banakmah berputra Ali, Sy Zainab, Sy Fetum (ibu Segaf bin Abubakar AlHabsyi), Sy Noor dan Sy Fedlon (masih hidup tinggal di Kampung Bugis ).Jika kita berkunjung ke Komplek Makan Sultan Suriansyah, di sana terdapat makam Sayid Muhammad (atau Sayyid Ahmad Idrus?) dan Khatib Dayyan. Nama terakhir adalah tokoh yang dikirim Sultan Demak Tranggono untuk mengislamkan Raden Samudera (kelak bernama menjadi Sultan Suriansyah) dan rakyat Banjar pada tahun 1526 M. Khatib Dayyan yang menjabat panotogomo (penghulu) ini mempunyai nama asli Abdurrahman. Ia merupakan keturunan keluarga kesultanan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Menurut keterangan juru kunci makam, Sayyid Muhammad adalah leluhur dari Habib Abdurrahman Alhabsyi (Ketua Islamic Center Kwitang Jakarta dan cucu Habib Ali Kwitang).Satu lagi sosok yang perlu penelitian adalah seorang figur bernama Datu Khayyan (bermakam di Alalak Berangas). Ia diketahui mempunyai nama asli Abdurrahman Sidik bin Said Husin Bin Syekh Abubakar bin Salim. Menurut cerita, tokoh ini berasal dari Banten dan mengembara ke Kalimantan Barat. Setelah cukup lama bermukim di Kalbar, Datu Khayyan kemudian meneruskan perjalanan menelusuri sungai Kahayan dan Barito. Sempat berdiam di Kotawaringan Barat, Datu Khayyan kemudian menetap dan menghabiskan masa tuanya di Alalak Berangas, Kabupaten Batola. Datu Khayyan dikenal sebagai pendakwah dan pejuang melawan Belanda di abad ke-18. Di generasi abad ke-20 terdapat nama Abdul Kadir Ba’bud, pimpinan pasukan Tengkorak Putih pada tahun 1949. Belum lagi sejumlah seniman, budayawan yang pernah memperkaya batin masyarakat dengan karya-karya mereka.Jejak jejak para sayyid yang menghilang dan tenggelam sekian masa waktu kini mulai bangun seiring tumbuhnya majelis-majelis ta’lim yang diasuh sejumlah keturunanan sayyid. Jika para leluhur telah meninggalkan sesuatu yang bermakna dan kenangan di hati umat, kita menanti generasi sayyid masa kini membuat sejarahnya.Note:1. Dewan Pengadilan/Kehakiman di Banjarmasin dibentuk tahun 1863. 2. Sajid Iderus bin Hasan AlHabsyi bermakam di Turbah, Kampung Sungai Jingah3. Pangeran Sjarif Husin bin Muhammad Baharun dulu tinggal di Kampung Melayu Banjarmasin. Makamnya hingga kini tidak diketahui tempatnya. Anak keturunan tokoh ini masih bisa yang tinggal di Kampung Melayu.4. Sambas kini merupakan sebuah kabupaten di provinsi Kalimantan Barat. 5. Nur belakangan diambil sebagai nama mushala sederhana keluarga di wilayah Ujung Murung yang dibangun oleh Sajid Hasan. Karena jumlah jemaahnya berkembang, mushalla tersebut lalu berpindah ke wilayah Masjid Noor sekarang di antara pertemuan Jalan Samudera dan Simpang Sudimampir. Makam Nur terdapat di dalam mesjid ini. Rumah Hasan Kapten Arab pertama di tanah Banjar berada di lokasi bangunan Plaza Metro sekarang. 6. Silsilah empat keluarga AlHabsyi ini (Muhammad, Abdullah, Syekh dan Hasan) bersambung ke Alwi bin Syekh bin Zen bin Ahmad bin Hasyim bin Ahmad bin Muhammad Ashgar bin Alwi bin Abubakar AlHabsyi.7. Hamid bin Abas bermakam di Basirih. Gampang mencapai makam Habib karena ada angkutan kota yang melayani rute Pasar Hanyar – Basirih. 8. Syarifah Khadijah Bahasyim, cucu Habib Basirih. 9. Makam Awad tak diketahui, namun ia mempunyai putra bernama Husin yang menurut seorang keluarga Bahasyim bermakam di Kompleks Makam Sultan Adam Martapura. KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW DI NUSANTARA Kata ‘Nusantara’, berasal dari kata-kata Mahapatih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, dalam sumpahnya yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Bahwa dia tidak akan menikmati kesenangan dunia sebelum seluruh nusantara bersatu. Gajah Mada sendiri adalah sosok yang misterius, tidak diketahui dari mana asal-usulnya, kemudian tampil menjadi orang yang paling berpengaruh dari zaman ke zaman dengan konsep Nusantara-nya dan kemudian menghilang entah ke mana. Wilayah Nusantara mengacu kepada kepada kawasan kepulauan Asia Tenggara, yang saat ini berada dalam wilayah negara Indonesia, Malaysia dan sekitarnya. Menurut pembagian kawasan dunia, wilayah ini terletak paling timur dalam peta dunia. Orang Eropa menyebut wilayah ini Timur Jauh. Pada abad-abad penjajahan bangsa Eropa, Nusantara biasa disebut Hindia Timur (East Indies). Begitu juga dengan orang Arab dan Timur Tengah, bila dikatakan ‘Timur’ maka dalam maksud lokal bisa bermaksud kawasan di sebelah timur Hijaz (kawasan Mekah dan Madinah), tapi dalam maksud yang lain berarti wilayah di arah timur di luar Jazirah Arab dan Teluk Persia: Nusantara. Wilayah ini didiami oleh rumpun bangsa Melayu (Jawi). Saat ini terdapat sekitar setengah milyar penduduk mendiami wilayah ini. Dengan 300 juta orang diantaranya beragama Islam, menjadikan rumpun bangsa Melayu adalah bangsa Muslim terbesar di dunia. Bahkan lebih besar dibandingkan seluruh bangsa Arab yang merupakan menjadi bangsa Muslim pertama. Suatu fenomena yang tidak dijumpai pada bangsa manapun di dunia. Sejarah keislaman Nusantara dan Bangsa Melayu bermula sangat awal sekali. Telah ditemukan beberapa makam Sahabat Nabi Muhammad SAW di Nusantara. Salah satu yang paling terkenal adalah makam Syeikh Rukunuddin di Barus (Fansur), Sumatera Utara. Pada makamnya tertulis bahwa beliau wafat pada tahun 48 H. Tidak diketahui siapa nama Syeikh Rukunuddin sebenarnya, tapi dari tanggal wafatnya kita bisa mengatakan bahwa kemungkinan beliau adalah salah sorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu orang yang hidup sezaman dan berjumpa dengan beliau. Para sahabat dan tabiin telah memulai gelombang awal sejarah Islam di Bumi Nusantara. Pada periode berikutnya, Islam semakin deras mengalir khususnya ke Pulau Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Kamboja (Campa). Sekitar abad ke 13 M, banyak cabang-cabang keluarga keturunan Nabi Muhammad SAW (Ahlul Bait) mulai meninggalkan Hadramaut (Yaman) di wilayah selatan Jazirah Arab, terutama setelah serbuan Bangsa Mongol ke Baghdad. Tersebutlah Sayyid Ahmad Jalal Syah yang menjadi gubernur di India Barat. Salah seorang puteranya yang bernama Sayyid Jamaluddin Al Hussein berpindah ke Campa dan kemudian lebih terkenal dengan nama Syeikh Jumadil Kubra. Seorang putera Syeikh Jumadil Kubra yang bernama Sayyid Ali Nurul Alam mengasaskan berbagai kesultanan di Campa, Semenanjung Malaya, Pattani (Thailand Selatan), Sumatera, Kalimantan dan Brunei (Borneo) serta di kawasan Filipina. Tercatat raja pertama dinasti Islam Campa adalah anak dari Sayyid Ali Nurul Alam, yaitu Raja Wan Bo (Sayid Abdullah ibn Ali Nurul Alam). Puteranya yang lain adalah Syeikh Ibrahim Al Akbar As Samarkand (Sunan Maulana Malik Ibrahim/ Sunan Maghribi/ Syeikh Asmarakandi). Inilah cikal bakal Wali Songo di tanah Jawa. Dari keluarga Syeikh Asmarakandi lahir Sunan Ampel, Sunan Drajad dan Jaka Tarub yang keturunannya menjadi ulama-ulama dan raja-raja Jawa (Demak, Pajang, Mataram, Cirebon, Banten dst). Keluarga Ahlul Bait ini kemudian dengan cepat membaur dan segera mencorak Nusantara dengan Islam. Pada waktu itu keluarga ini datang ke Jawa Timur, pusat pemerintahan Majapahit, kerajaan yang mengalami kemunduruan setelah sebelumnya menjadi pemimpin Nusantara. Kehadiran Sunan Ampel diterima dengan baik oleh penguasa Majapahit saat itu. Walaupun Majapahit masih tetat kerajaan Hindu tapi tidak sedikit warganya yang telah memeluk Islam. Bahkan akhirnya Raja Majapahit, Brawijaya V (Bhre Kertabumi) kemudian memeluk Islam. Anak-anaknya dididik langsung oleh Sunan Ampel. Salah satunya adalah Raden Patah (Fatah) yang kemudian menjadi menantu Sunan Ampel dan selanjutnya mengasaskan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa: Kesultanan Demak. Raden Patah menjadi raja Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al Fatah. Hampir bersamaan dengan itu, salah seorang ahlul bait keturunan ke-31 dari Sayidina Hussain (cucu Nabi Muhammad SAW) yang lahir dan dibesarkan di daratan Cina, mengadakan ekpedisi pelayaran ke berbagai tempat di dunia, dan secara satah satunya khusus datang ke Nusantara dengan puluhan kapal bersama hampir 30.000 orang anggota armadanya. Inilah satu ekpedisi pelayaran terbesar dalam sejarah. Dia bernama Zheng He, dan lebih terkenal dengan nama Laksamana Ceng Ho. ‘Show force’ Laksamana Ceng Ho dengan armadanya yang luar biasa besar namun membawa misi perdamaian, membantu menstabilkan kondisi politik kerajaan-kerajaan di Nusantara setelah memudarnya kejayaan Majapahit pasca Gajah Mada dan juga membantu memperkenalkan Islam sebagai agama yang damai dan universal. Dengan demikian perkembangan Islam menjadi semakin pesat dan berwibawa. Maka kemudian datang gelombang Ahlul Bait pada abad ke-18 M. Hal ini juga didorong oleh terjadinya serangan di Hijaz oleh Muhammad ibn Saud (Bani Saud) dan Muhammad ibn Abdul Wahhab yang di kemudian hari lebih banyak disebut sebagai gerakan Wahabi (Wahhabism). Serangan ini didukung oleh Inggris yang berkepentingan untuk menjatuhkan Turki Utsmani dan kemudian memicu konflik antara Turki Utsmani dan dinasti Saud (Ottoman-Saudi War) setelah sebelumnya mengakibatkan terusirnya kalangan Ahlul Bait dari Hijaz. Sebagian ada yang berpindah ke utara dan mendirikan kerajaan Bani Hasyim/Al Hasyimi di Yordania (The Hashemite Kingdom of Jordan) dan sebagian bergerak ke timur menuju Nusantara. Berbeda dengan para pendahulunya yang telah berbaur dengan ras Melayu, mereka yang datang pada periode ini lebih mudah dikenali secara fisik sebagai sebagai keturunan Arab. Dan umumnya mereka juga mengekalkan marga-marga ahlul bait hingga ke saat ini. Juga lazim dikenal sebagai panggilan Sayyid, Syarif, Habib, Wan, Tok, Tengku dan lain sebagainya. Inilah salah satu keajaiban bangsa Melayu, darah Rasul telah mengalir dalam darah mereka dan mengalirkan keberkahan tersendiri. Rupanya orang-orang muslim terdahulu, khususnya dari kalangan Ahlul Bait terdahulu dengan sangat serius dan terarah menyiarkan dakwahnya ke Bumi Nusantara. Menjadikan bangsa Melayu menjadi bagian dari keluarga besar Nabi Muhammad SAW, seolah-olah Bumi Nusantara di Timur ini adalah tanah air kedua bagi Islam dan keluarga yang mulia ini. Terlebih setelah mereka terusir dari tanah airnya sendiri. Bahkan ada sumber sejarah yang mengatakan bahwa Mahapatih Gajah Mada, ‘pendiri’ Nusantara yang misterius itu, tidak lain adalah salah seorang muslim dari kalangan Ahlul Bait. Wallahu ‘alam. “Kami Ahlul Bait telah Allah pilih untuk kami akhirat lebih daripada dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran selepasku kelak hingga datanglah Panji-panji Hitam dari Timur. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikan. Maka mereka pun berjuang dan memperoleh kejayaan. Siapa di antara kamu atau keturunanmu yang hidup pada masa itu, datangilah Imam dari ahli keluargaku itu walaupun terpaksa merangkak di atas salju. Sesungguhnya, mereka adalah pembawa Panji-panji Al Mahdi. Mereka akan menyerahkannya kepada seorang lelaki dari ahli keluargaku yang namanya seperti namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Dia akan memenuhi dunia ini dengan keadilan dan kesaksamaan..” (H.R. Abu Daud, At-Tarmizi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Abus Syeikh, Ibnu Adi, Abu Dhabi, Ibnu Asakir & Abu Nuaim) Abu Salam Jumad gelar SUSUHUNAN ATAS ANGIN, bin Makhdum Kubra bin Jumad al-Kubra bin Abdallah bin Tajaddin bin Sinanaddin bin Hasanaddin bin Hasan bin Samaim Bin Nadmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. Na’im gelar SUSUHUNAN WALI ALLAH, bin Abdul-Malik Asafrani bin Husain Asfarani bin Muhammad Asfarani bin Abibakar Asfarani bin Ahmad bin Ibrahim Asfarani bin Tuskara, imam Yamen, bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Jasmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zaid al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN TEMBAJAT bin Muhammad Mawla al-Islam bin Ishaq gelar WALI LANANG DARI BALAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jamad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahnul al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Wahid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN GIRI bin Islam gelar WALI LANANG DARI BELAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abudrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmadin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Zali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. Hasanuddin gelar PANGERAN SABAKINKING bin Ibrahim gelar SUSUHUNAN GUNUNG JATI bin Ya’qub gelar Sutomo Rojo bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. KIAHI AGENG LURUNG TENGAH bin Syihabuddin bin Nuradin Ali bin Ahmad al-Kubra al-Madani bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN DRAJAT bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghadadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin Al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN BONANG bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN KALINYAMAT bin Haji Usman bin Ali gelar RAJA PENDETA GERSIK, bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zainal-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alimbin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. Ibrahim gelar SUSUHUNAN PUGER bin askhian bin Malik bin Ja’far al-Sadiq bin Hamdan al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN PAKALA NANGKA dari Banten bin Makhdum Jati, Pangeran Banten, bin Abrar bin Ahmad Jumad al-Kubra bin Abid al-Kubra bin Wahid al-Kubra bin Muzakir Zain al-Kubra bin Ali Zain al-Kubra bin Muhammad Zain al-Kabir bin Muhammad al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-husain bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN KUDUS bin SUSUHUNAN NGUDUNG bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husain bin Askib bin Muhammad Wahid bin Hasan bin Asir bin Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w.SUSUHUNAN GESENG bin Husain bin Al-Wahdi,etc. lihat diatas.SUSUHUNAN PAKUAN bin al-Ghaibi bin al-Wahdi,etc. lihat diatas. SUSUHUNAN KALIJOGO bin TUMENGGUNG WILO TIRTO, Gubernur Jepara, bin ARIO TEJO KUSUMO, Gubernur Tuban, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, Gubernur Surabaya, bin Tejo Laku, Gubernur Majapahit, bin Abdurrahman gelar ARIO TEJO Gubernur Tuban, bin Khurames bin Abdallah bin Abbas bin Abdallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abdallah bin Mubarak bin Kharmis bin Abdallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abdallah Azhar bin ABBAS r.a. bin Abdulmuttalib.

Sumber : fakhrur94.blogspot.co.id

Rabu, 20 Agustus 2014
Oleh: Dr. Ali Hasan Aljufri
Kehidupannya adalah kehidupan ilmu, pendidikan dan dakwah di jalan Allah.  Beliaulah pendiri madrasah Alkhairaat di kepulauan Timur Indonesia. Keturunan beliau adalah ad-da’I (pendakwah) atau juru dakwah. Nama lengkapnya adalah As-Sayyed Idrus bin Salim bin Alwi bin Saqqaf bin Muhammad bin Idrus bin Salim bin Husain bin Abdillah bin Syaikhan bin Alwi bin Abdullah At-Tarisi bin Alwi Al-Khawasah bin Abubakar Aljufri Al-Husain Al-Hadhramiy yang mempunyai jalur keturunan dari Sayyidina Husain bin Fatimah Az-Zahra Puteri Rasulullah saw. Kelahirannya hari senin Sya’ban 1309 H di Taris Hadramaut, sebelah selatan Yaman.
Beliau berasal dari keluarga yang baik, berilmu, beramal, bertaqwa dan lemah lembut. Tiada dari kalangan mereka, selain ulama yang muslih  dan da’i. Ayahnya Habib Salim seorang ilmuwan dan tokoh yang memiliki banyak karangan dan tulisan dari berbagai bidang ilmu,  ia memegang jabatan  Qadhi dan mufti di negerinya. Kakeknya Habib Alwi adalah pemimpin dan ilmuwan yang masyhur, termasuklimaahli fiqh Hadramaut yang  fatwa mereka termuat dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin karangan Sayyed  Abdurrahman AlMasyhur. Kakeknya yang kedua Al-Habib Saqqaf diantara ulama yang terkenal dari dua faqih dan memegang jabatan Qadhi di Hadramaut.
Habib Idrus belajar ilmu agama dan bahasa bermula dari ayahnya Al-Allamah  Salim bin Alwy Aljufri termasuk pula ulama-ulama  lain yang berada di Hadramaut. Beliau hidup dan besar dalam lingkungan ilmu pengetahuan dan senantiasa melazimi para ulama serta mengambil dan menimbah ilmu dari sumber yang murni, maka jadilah beliau pakar dalam ilmu-ilmu agama dan bahasa, sehingga beliau dilantik menjadi Qadhi dan Mufti di Taris negerinya menggantikan ayahnya
Perjalanannya ke Indonesia yang pertama kali ketika beliau berumur kurang lebih 17 tahun. Dan perjalanannya yang kedua di tahun 1922 terjadi akibat perjuangan politiknya untuk membebaskan negaranya dari penjajahan Inggris. Beliau bersama sahabatnya Habib Abdurrahman bin Ubaidillah As-Saqqaf, keduanya merupakan tokoh agama dan wakil dari para ulama lain yang memelopori perjuangan kemerdekaan, mereka membenci penjajah dan konco-konconya serta suasana kacau yang berkembang di Hadramaut khususnya wilayah Arab sebelah Utara secara keseluruhan. Keduanya bersepakat  untuk menyalakan api perlawanan terhadap penjajah dan konco-konconya dan mereka adalah orang yang pertama kali menghidupkan api tersebut.
Mereka berpendapat bahwa berhubungan dengan Negara-negara Arab yang merdeka dan dunia luar adalah sesuatu yang amat penting untuk merubah keadaan di dalam negeri sekaligus memerdekakan negara secara total. Maka tugas politik yang sangat berbahaya itu di serahkan kepada Habib Idrus. Beliau memutuskan untuk keluar melalui pelabuhan Aden selanjutnya ke Yaman dan Mesir dengan tujuan untuk menjelaskan keadaan negerinya kepada masyarakat Arab dan dunia secara keseluruhan. Beliau mengetahui bahwa perbuatannya itu membahayakan jiwanya karena inteligen Negara dan mata-mata pemerintahan Inggris terus memperhatikan gerak-geriknya, akan tetapi perjalanan itu harus dilakukan. Setelah segala perlengkapan dan rancangan disiapkan dengan tepat dan matang serta penuh kehati-hatian tersebut hampir membuahkan hasil, jika tidak disebabkan oleh penghianat yang mengambil kesempatan untuk keuntungan pribadi membocorkan rahasianya. Setelah beliau sampai di bandara Aden, tiba-tiba beliau di tangkap kemudian dokumen-dokumen yang ada padanya dirampas serta mendapat larangan dari pemerintah Inggris untuk tidak keluar dari bandara Aden dengan tujuan ke Negeri Arab akan tetapi diizinkan untuk kembali ke Hadramaut atau pergi ke Asia Tenggara. Maka beliau memutuskan untuk pergi ke Indonesia.
Beliau masuk ke Indonesia   dan menetap di Pekalongan untuk beberapa waktu lamanya dan menikah dengan pasangan hidupnya Sy. Aminah binti Thalib Aljufri dan bersama menikmati pahit manisnya kehidupan. Ketika itu beliau berdagang kain batik tetapi tidak mendapat kemajuan karena cintanya kepada dunia pendidikan melebihi dari segala-galanya. Kemudian beliau meninggalkan perdagangan dan beliau pindah ke Solo, beliau dilantik sebagai Guru dan Kepala Sekolah di Madrasah Rabithah Al-Alawiyyah. Setelah beberapa tahun beliau pindah ke Jombang  dan tinggal beberapa lama di sana. Kemudian beliau memulai perjalanannya ke Timur Indonesia untuk memberi petunjuk dan berdakwah di jalan Allah hingga sampailah beliau di Palu yang kala itu bernama “Celebes” pada masa penjajahan Belanda. Setelah beliau masuk di negeri tersebut terlihat olehnya gerakan misionaris Kristen yang mendapat tempat dan pengikut yang banyak dari penduduk muslim yang awam. Karena kurang hidupnya dakwah islamiyah di negeri itu bahkan hampir  tidak terdapat  da’i Islam yang mengimbangi gerakan misionaris yang menentang Islam. Beliau memikul tanggung jawab ini dan masuk  melaksanakan dakwah,menentang musuh-musuh, karena semangat Islam dan tanggungjawabnya yang pertama sebagai seorang muslim dan kedua sebagai seorang yang alim.
Al-Ustadz berpendapat bahwa sebaik-baik cara untuk menentang gerakan misionaris adalah sesuai dengan firman Allah : (“serulah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan peringatan yang baik serta berdialog (berdebatlah) dengan cara yang baik”) dan juga dari sabda Nabi Saw : (“Mudahkanlah dan jangan menyusahkan, berilah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti”). Dengan demikian cara penyebaran ilmu dan budaya Islam haruslah dengan jalan yang mudah dan cara yang bijak melalui pembukaan sekolah dan majlis Ta’lim untuk menghimpun anak-anak Islam.
Bangunan sekolah yang pertama adalah di bangun atas biaya beliau sendiri di kota Palu yang sekarang menjadi Ibukota Sulteng salah satu wilayah yang terletak di Timur Indonesia, yang merupakan sekolah Islam yang pertama di Negeri Palu dan kemudian berkembang menjadi cabang-cabang mencapai ratusan madrasah tersebar di kota-kota dan kampong-kampung di bagian Timur   Indonesia yang diberi nama “ALKHAIRAAT”, dengan harapan optimis dan keberkatan dari nama tersebut yang banyak kali di sebut dalam Al-Qur’an dan secara resmi madrasah tersebut di buka pada tanggal 14 Muharram 1349 H bertepatan dengan 11 Juni 1930. dan pada peresmian itu di hadiri oleh para pemuka-pemuka Arab yang tinggal di Palu dan sebagian petinggi-petinggi negeri.
Ustadz telah memertaruhkan seluruh hidupnya dalam mengarungi perjalanan panjang dengan berbagai   sarana ke kepulauan di sekitar Sulawesi dan Muluku untuk menyiarkan pengetahuan Islam. Beliau berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain menggunakan parahu sampan dengan bermacam resiko, tantangan dan bahaya yang selalu mengancam di setiap saat. Akan tetapi Ustadz yang dirahmati Allah selalu merasakan kenikmatan di antara pertaruhan jiwanya dan beliau rela memberikan apa saja meski jiwanya sekalipun. Beliau tabah dalam mengarungi pelayaran itu sampai berbulan-bulan lamanya. Dan kadang-kadang perjalanan itu di tempuh dengan berjalan kaki jika tidak mendapatkan alat-alat transportasi.
Akhir kata, semua perjuangan beliau terus dilakukannya hingga akhir hayat dengan tetap mengajar dan berdakwah di jalan Allah, walaupun harus mengorbankan semua yang berharga yang ada pada dirinya. Beliau berpulang  pada  12 Syawal 1389 H bertepatan dengan tahun 1969 M, setelah beliau berikan bagi umat Islam suatu pelayanan  demi pembelaannya terhadap Islam. Maka berhembuslah rohnya yang suci dan seolah-olah berkata :”79 tahun aku berjuang semasa hidupku dengan memuji Allah aku telah beramal. Lihatlah madrasah-madrasah yang ada di seluruh penjuru negeri menjadi saksi bahwasannya ucapan dan perbuatanku tidaklah sia-sia.
Kamis, 09 Mei 2013
Artikel Terkait atau related post sangatlah penting dalam sebuah blog yang sangat mengutamakan SEO. Karena dengan adanya artikel terkait, pengunjung tidak akan bosan membaca artikel blog kita. Sehingga Bounce Rate akan semakin kecil.

Dan kali ini saya akan share bagaimana cara membuat artikel terkait dengan gambar, Berikut langsung saja kita simak bersama-sama :)

Screenshoot :
http://cirebon-cyber4rt.blogspot.com/2012/11/cara-membuat-artikel-terkait-dengan.html

Cara Membuat Artikel Terkait dengan Gambar :
  1. Login Blogger
  2. Masuk Menu Template - Edit HTML - Lanjutkan
  3. Centang pada Expand Template Widget
  4. Cari kode </head> Gunakan tombol CTRL + F untuk mempermudah pencarian.
  5. Lalu Copy kode berikut dan letakan tepat diatas kode </head>
<!--Start Related Posts-->
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
<style type='text/css'>
#related-posts {
float:center;
text-transform:none;
height:90%;
min-height:90%;
padding-top:0px;
padding-left:8px;
}
#related-posts h2{
font-size: 1.0em;
font-weight: bold;
color: white;
font-family: Rockwell,Georgia,Serif;
margin-bottom: 0.8em;
margin-top:0em;
padding-bottom:0em;
}
#related-posts a{
color:white;
}
#related-posts a:hover{
color:white;
}
#related-posts a:hover {
background-color:#080;
}
</style>
<script type='text/javascript'>
var defaultnoimage=&quot;https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMle9jvAMeH-IuzANqCv9JZvQcSPWeoNz9L2Sad8ZlyavyrHSDK2QqmjY03kNvpJ8sAt4r1C-lEKQ96iYEJdv8_z1UyTFPS_vvCGSmsSxV1oXPPBYqnBsmoAve2UJROa3pzoiCaY4bVDGg/s1600/No+Image.jpg&quot;;
var maxresults=6;
var splittercolor=&quot;#000000&quot;;
var relatedpoststitle=&quot;Silahkan Baca Ini Juga:&quot;;
</script>
<script src='http://yourjavascript.com/22811210832/RelatedPoststhumb3.txt.js' type='text/javascript'/>
</b:if>
<!--End Related Post-->
    6. Selanjutnya cari kode berikut ( Jika ada dua kode, pilih bagian yang kedua ) :
<data:post.body/>
 
    7. Kalau kode diatas sudah ketemu, Sekarang copy'lah script berikut :
<!-- Start Related Posts-->
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
<div id='related-posts'>
<b:loop values='data:post.labels' var='label'>
<b:if cond='data:label.isLast != &quot;true&quot;'>
</b:if>
<script expr:src='&quot;/feeds/posts/default/-/&quot; + data:label.name + &quot;?alt=json-in-script&amp;callback=related_results_labels_thumbs&amp;max-results=7&quot;' type='text/javascript'/></b:loop>
<script type='text/javascript'>
removeRelatedDuplicates_thumbs();
printRelatedLabels_thumbs(&quot;<data:post.url/>&quot;);
</script>
</div><div style='clear:both'/>
</b:if>
<!-- End Related Posts-->

    8. Paste'kan kode script diatas tepat dibawah kode :
<data:post.body/>
 
    9. Jika sudah, klik Simpan Template.

Catatan :
Berikut ini adalah kode yang bisa sobat ganti sebelum menyimpan template, gantilah tulisan berwarna merah sesuai keinginan sobat.
  • Menampilkan jumlah artikel terkait yang muncul max-results=7
  • Judul artikel terkait var relatedpoststitle=&quot;Silahkan Baca Ini Juga:&quot;;
  • Warna Tulisan var splittercolor=&quot;#000000&quot;;
Ok, Sekian saja postingan saya kali ini tentang Cara Membuat Artikel Terkait dengan Gambar, semoga dapat bermanfaat.

     Pada tutorial terdahulu yaitu “Install Windows XP dari USB Flashdisk“, saya mengalami banyak kendala. Dari segi kecepatan dan lain sebagainya memang tidak sebagus instalasi memakai CD.

Tutorial kali ini intinya sama yaitu menjelaskan langkah-langkah instalasi Windows XP dari USB Flashdisk, tapi berbeda dengan tutorial sebelumnya, kali ini instalasi lebih mudah dan cepat. Disamping itu, anda dapat menambahkan berbagai program bootable lainya misalnya Hiren’s Boot CD dalam 1 Flashdisk.
Lebih dari itu, anda dapat membuat installer Windows XP, Vista, dan Windows 7 dalam 1 Flashdisk. Menarik bukan?
Oke, tanpa panjang lebar lagi, silahkan simak tutorialnya dibawah :
TAHAP PERTAMA

1. Sediakan Flashdisk minimal 1GB/2GB, installer Windows XP, dan file ISO Hiren’s Boot CD.
2. Copy file instalasi Windows XP kedalam folder, misalnya C:/Windows XP.
3. Download software WinSetupFromUSB disini [ Download 7.55MB |
4. Ekstrak, kemudian jalankan WinSetupFromUSB_1-0-beta7.exe. Program ini bersifat portable, jadi tidak perlu install lagi.
WinSetupFromUSB
1.             Gunakan utility BOOTICE untuk membuat flashdsik menjadi bootable.
2.             Masuk ke folder WinSetupFromUSB >> Files >> Tools, kemudian jalankan file BOOTICE.EXE. Akan terlihat jendela seperti berikut :
            Spoiler for BOOTICE

tampilan kedua

1.             Pilih Flashdisk tujuan, lalu klik “Parts Manage” seperti gambar diatas.
2.             Klik “ReFormat USB Disk“.

tampilan format usb
1.             Pilih USB-HDD Mode, Align to cylinder (63 sectors), lalu klik Next.
  Spoiler for HDD Mode
1.             Sorot File System, Pilih FAT-32 atau NTFS (Terserah anda). Lalu klik “OK“, biarkan proses format berjalan, kurang lebih 10 detik. Ketika proses format selesai, klik “Close” untuk keluar.

tampilan fat

1.             Kembali ke halaman awal BOOTICE, klik “Process MBR“, pilih seperti tampilan gambar berikut, selanjutnya klik “Install/Config“.
Spoiler for Process MBR 
tampilan tigatampilan keempat
1.             Klik “Save to Disk“, klik “OK” jika ada peringatan. Selanjutnya anda akan kembali kehalaman sebelumnya.
2.             Klik “Process PBR“, lalu pilih berdasarkan gambar berikut, lalu klik “Install/Config“.
Spoiler for Process PBR 
tampilan kelima
tampilan keenam
1.             Selanjutnya Klik “OK“.
tampilan succes
TAHAP KEDUA
1.             Kembali ke halaman WinSetupFromUSB, pilih lokasi dimana anda menyimpan folder instalasi Windows, dan file ISO Hiren’s Boot CD. Anda juga dapat menambahkan file instalasi Windows Vista atau 7 pada pilihan Vista/7/Server 2008 – Setup PE RecoveryISO.
Spoiler for Burning

tampilan hiren

1.             Sekarang, coba setting BIOS anda untuk booting dari USB Flashdisk.
2.             Khusus untuk instalasi Windows XP, ada 2 tahapan, pilih tahapan pertama untuk setup windows.    Setelah restart, booting lagi dari flashdisk, lalu lakukan tahapan kedua untuk instalasi seperti biasanya.

Cari di blog ini

Iklan Kiri
Iklan Kanan

Entri menarik...

Waktu Indonesia Tengah

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengunjung